SorotUpdate.COM, Kerinci- Hutan Produksi salah satu upaya pemerintah dalam mewujudkan pengelolaan hutan yang efisien dan lestari. Hutan produksi hanya untuk diboleh sebagai kawasan perladangan, bercocok tanam atau kawasan khusus untuk memproduksi hasil hutan, seperti kayu dan sebagainya.
Hal ini tentu sangat membahayakan ada pembangunan dikawasan Hutan produksi (HP) di kawasan Bukit Tirai embun Kayuaro. Sebab, tahun 2021 ini ada seorang oknum pejabat Kerinci yang Diduga membangun sebuah bangunan villa bukit tirai embun megah di kawasan hutan produksi yang dilarang pembangunan gedung, apalagi milik pribadi untuk kepentingan bisnis, tampa melihat dampaknya atau dampak analisis lingkungan (AMDAL).
Yudi Herman, Ketua Lembaga Swadaya Masyakat REAKSI yang juga pemerhati hutan kepada media mengutarakan, Pada dasarnya kegiatan pembangunan tidak diijinkan apabila masuk kawasan konservasi termasuk hutan produksi.
Pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya telah mengatur bahwa :
- Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam. (pasal 19 ayat 1). 2. Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan zona inti taman nasional. (pasal 35 ayat 1) .
Ketiga, Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi zona pemanfaatan dan zona lain dari taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam (pasal 35 ayat 3
“Selain mengacu pada peta kawasan hutan, rencana pembangunan juga harus mengacu kepada Instruksi Presiden (Inpres) No.10/2011 tentang Penundaan Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut atau lebih dikenal sebagai Moratorium, yang dituangkan ke dalam Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru (PIPIB),”papar Yudi.
Yudi menegaskan pembangunan vila di kawasan hutan lindung/hutan produksi melanggar Undang Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. “Kami merujuk norma hukum UU nomor 18 tahun 2013 bahwa setiap orang dilarang menduduki hutan lindung secara illegal,” tegasnya.
Sedangkan Inpres No. 10/2011 yang berakhir pada Mei 2013 telah dilanjutkan oleh Inpres No. 6/2013 dengan isi serupa, tentang Penundaan Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut. Kedua Inpres ini bertujuan memberikan kesempatan bagi Kementerian dan Lembaga terkait untuk melakukan berbagai upaya penyempurnaan tata kelola hutan dan lahan gambut untuk menurunkan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan selama jangka waktu tertentu.
Sebelum memulai kegiatan infrastruktur diperlukan koordinasi dengan Balai Kehutanan terkait. Diperlukan konsultasi dengan Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH)/ atau Ditjen Planologi Kehutanan, Kementerian Kehutanan untuk memperoleh peta kawasan hutan yang paling mutakhir dan untuk mengetahui apakah trase pada rencana pembangunan kawasan hutan.
“Artinya si pemilik Villa itu harus koordinasi dulu dengan BPKH atau KLHP, sedangkan itu belum dilakukan. Tau-taunya sudah mendirikan Bangunan Villa diatas tanah Hutan Produksi,” tandasnya.
Terpisah Neneng Susanti Kepala UPTD KPHP Kerinci Unit I dikonfimasi mengatakan, pihak telah melakukan himbauan kepada pemilik Villa Bukit Tirai Embun Nirmala.
“Disana ada Izin Hutan Desa, Sekarang ada skema program sosial, menjadi solusi untuk ketelanjuran terhadap masyarakat di lokasi. Jadi Kasus Bangunan Villa ibuk Nirmala itu sudah kami sampaikan ke pihak bersangkutan, Kami konsultasi dengan pihak kementrian di Jakarta. Kalau saat ada izin Desa, itu tergantung pengelolaan harus ada lembaga pengelolanya. Itu lain, ada bangunan villa baru, belum ada respon bulat dari Dirjen KLHP. Namun, kami sudah sampaikan, bangunan ini masuk dalam kawasan hutan produk, tentu bangunan ini memang tanda Tanya? Nanti seperti apa,” jelasnya Neneng.
Neneng juga mengatakan, pihak akan berkoordinasi kembali dengan dirjen KLHP tentang bangunan baru di kawasan hutan pruduksi milik Nirmala tersebut. “Nanti kita koordinasi, tunggu saja hasilnya,” kata Neneng kepada sorotupdate.com.
Anehnya, salah satu tim dari media lokal mendatangi lokasi villa bukit tirai embun di Kayuaro tersebut pada tanggal 2 Januari 2022 tidak diperkenankan masuk dalam kawasan villa tersebut.”Harus ada izin dulu dari Bos kita dr Dedi (Menantu Nirmala), kalau sudah izin baru boleh masuk, “ kata salah satu penjaga villa, beralasan, karena ada tamu dari Jambi didalam.
Tim media lokal merasa ada keanehan dalam villa tersebut, kenapa villa tersebut tidak dibolehkan orang mengambil view atau swafoto dengan villa tersebut. Namun, pemilik Villa yang diduga oknum salah satu pejabat teras dikerinci ketika dikonfirmasi awak media hingga berita ini dipublihs, belum mendapat tanggapan. (zl)